Ukuran arabic
بِسْمِ اللّٰهِ
Ukuran latin
Bismillâh

Go to

close

Pengantar Penerjemah

(Halaman 13)

Agama berakar dalam perasaan takjub atas misteri  abadi kehidupan. Kita merasakan kekaguman dan keterpesonaan pada misteri kegaiban, dan bergerak dalam pencarian abadi untuk memperoleh jawaban pada teka-teki perenial, dengan kerinduan untuk menemukan kebenaran segala sesuatu, kebenaran yang universal dan absolut, yang berlaku bagi semua orang di semua tempat dan segala waktu. Pengalaman tentang yang misterius adalah kualitas fundamental yang mendasari semua agama. Tetapi kita harus membuat perbedaan yang jelas antara agama sebagai perhatian yang personal—sebagai pertemuan manusia dengan yang Ilahi—dengan agama sebagai bagian sejarah, sebagai fenomena sosial, dan sebagai keterikatan pada kelompok. Agama pada tingkat personal adalah komitmen kepada keyakinan untuk memelihara nilai-nilai dan didasarkan pada penemuan nilai hakiki dan martabat individu serta hubungannya dengan dunia realitas yang lebih tinggi. Jadi krisis akan menimpa manusia pada tingkat personal ketika kekuatan kejahatan, kebencian, kezaliman, tirani, pengkhianatan, dan kepalsuan mengalahkan cinta, keadilan, kasih sayang, kesetiaan, kebaikan, dan kebenaran.

Doa-doa Imam Zainal Abidin harus dibaca dengan latar belakang krisis manusia pada tingkat personal dan individual. Dilihat dari sudut ini doa-doa itu pada hakikatnya ditujukan pada masalah batiniah manusia setiap era dan zaman, setiap daerah dan ras, setiap aliran dan agama. Di sinilah kita menyaksikan seseorang, satu individu, yang berhadapan dengan kekuatan buas yang muncul dari dalam dan dari luar, yang menyadari keterbatasannya, yang merintih dengan penuh perasaan dalam doa-doa pengabdiannya, yang berusaha bergabung dengan Tuhan, dan mempercayakan rahasia hidupnya yang paling dalam kepada Dia. Di sinilah kita menyaksikan seseorang yang terperangkap dalam hiruk-pikuknya kehidupan, dalam benturan perasaan dan kepentingan, dalam desakan dan tekanan impuls-impuls yang muncul, dalam ketegangan dan bencana eksistensi, dan di atas semuanya, dalam pencarian kepuasan ruhaniah, seorang manusia yang kesepian dan tidak berdaya, yang berdiri di hadapan Penciptanya dalam hubungan langsung, dan menyapa Dia dari lubuk hatinya yang paling dalam