Ukuran arabic
بِسْمِ اللّٰهِ
Ukuran latin
Bismillâh

Go to

close

Pengantar Penerjemah

(Halaman 5)

Kadang-kadang Ali berangkat ke pasar. Bila ia melihat tukang jagal yang akan menyembelih kambing atau binatang lainnya, ia mendekatinya. Ia bertanya dengan suara yang bergetar, “Sudah kauberi minumkah dia?” Jagal itu menjawab, “Tentu saja, duhai putra Rasulullah. Kami tidak pernah menyembelih hewan sebelum memberinya minum walaupun sedikit.” Imam menangis seraya bergumam, “Abu Abdillah disembelih dalam keadaan kehausan.”

Bila ada orang dari negeri jauh datang, Ia mengundangnya ke rumahnya. Ia menjamunya. Di hadapan orang banyak ia bertanya kepada tamunya: “Menurut pendapatmu, sekiranya kamu dijemput maut dalam keadaan terasing dari keluargamu, adakah orang yang memandikan dan mengkafanimu?” Orang-orang yang hadir berkata, “Wahai putra Rasulullah, semua kami akan melaksanakan kewajiban itu.” Mendengar itu, Imam menangis, “Abu Abdillah dibunuh di negeri asing. Ia dibiarkan tiga hari tergeletak dijemur panas matahari, tidak dimandikan dan tidak dikafani.”

Ajaibnya, duka yang sangat mendalam itu tidak memperdalam dendam kepada siapa pun. Senantiasa terngiang di telinga Ali pesan terakhir ayahnya: “Anakku, aku wasiatkan kepadamu apa yang diwasiatkan kakekmu Rasulullah saw sebelum wafatnya kepada Ali, kemudian diwasiatkan lagi oleh kakekmu kepada pamanmu Hasan dan pamanmu kepadaku: Jauhilah olehmu berbuat zalim kepada orang yang tidak punya penolong selain Allah.”

Wasiat itu disampaikan justru pada detik-detik terakhir ketika semua keluarga Rasulullah saw dizalimi tanpa pembela selain Allah. Alih-alih membalas dendam, Ali diingatkan untuk tidak menzalimi orang yang tidak berdaya. Karena itu, betapa pun pedihnya penderitaan, Ali tidak pernah melakukan tindakan kekerasan kepada siapa pun—bahkan kepada musuh-musuhnya yang banyak menyakiti hatinya. Dari ayahnya, Ali bukan saja belajar tabah dalam menegakkan keadilan, tetapi juga membersihkan hati dari dendam kesumat dan kebencian.